Dewasa
ini internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan moderen yang
memerlukan segala sesuatu aktivitas yang serba cepat, efisien. Namun, sisi
negatif nya adalah kehadiran internet bisa pula memudahkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran
di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama masalah Hak Cipta.
Perlindungan Hak
Cipta di Jaringan Internet :
Biasanya
sebuah website terdiri dari informasi, berita, karya-karya fotografi, karya
drama, musical,sinematografi yang kesemuanya itu merupakan karya-karya yang
dilindungi oleh prinsip-prinsip tradisional Hak Cipta sebagaimana yang diatur
dalam UU NO 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Contoh Pelanggaran Hak Cipta di Internet:
· Seseorang dengan tanpa izin
membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya,
foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun
1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang
tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video
klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan
peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa
izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical
Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers
Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang
dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi
karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang
berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997
:142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
· Seseorang tanpa izin membuat
situs di Internet yang berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya
belum dipasarkan. Contoh kasus : Group musik U2 menuntut si pembuat situs
internet yang memuat lagu mereka yang belum dipasarkan (Angela Bowne, 1997
:142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
· Seseorang dengan tanpa izin
membuat sebuah situs yang dapat mengakses secara langsung isi berita dalam
situs internet milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times
Ltd Vs Wills (1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and
Others (Murgiana Hag, 2000 : 10-11)dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu
Pengantar, Lindsey T dkk.
Namun, saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan
sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri,
yang secara tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank
situs berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri.
Misalnya beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya
melalui facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk
berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber
berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan
oleh pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan
sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU
No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana :
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita
yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik
seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat
Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
Analisis :
Dengan adanya media internet dengan mudah seluruh orang di dunia mengaksesnya
ditambah dengan teknologi yang semakin canggih yang memungkin setiap orang
untuk mengakses internet di mana saja dan kapan saja. Dengan adanya internet
ini ada kelebihan dan kekurangannya. Kekurangan dari penggunan internet ini
adalah semakin banyaknya orang yang melakukan plagiatisme dengan mencopy atau
menyalin hasil karya seseorang tanpa mencanumkan nama pemilik atau link pemilik
tersebut. Pada media massa secara online dalam memberikan beritanya pada
websitenya harus mendapatkan persetujuan dari narasumber. Karena Hak Cipta
seseorang sudah diatur dalam Undang-Undang jadi siapa saja yang melanggar harus
siap untuk menerima hukuman yang setimpal pula.
KASUS POSISI
- Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin Road
05-05/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai pertama merek
“LOTTO” untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana
panjang, roks pan, tas, koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga,
baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring (net), sandal, selop,
dan topi.
- Merek dagang “LOTTO” ini terdaftar di Direktorat Paten dan
Hak Cipta Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No. 137430 dan No.
191962 tanggal 4/3/1985.
- Pada 1984 Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman telah menerima pendaftaran merek “LOTTO” yang diajukan oleh Hadi
Darsono untuk jenis barang handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada
tanggal 6/11/1984, pendaftaran merek LOTTO untuk kedua barang tersebut
tercantum dalam tambahan Berita Negara RI No. 8/1984 tanggal 25/5/1987.
- Penggunaan merek “LOTTO” oleh Hadi Darsono hampir sama
dengan merek yang digunakan pada barang-barang produksi PTE Ltd.
- Walaupun Hadi menggunakan merek LOTTO untuk barang-barang
yang tidak termasuk dalam produk-produk Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd.,
namun kesamaan merek LOTTO tersebut dinilai amat merugikannya.
- Akhirnya pihak Newk Plus Four Far East Ltd Singapore,
mengajukan gugatan perdata di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat
I dan Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (Bagian Merek-merek)
sebagai Tergugat II.
- Pihak Penggugat mengajukan tuntutan (petitum) yang isi
pokoknya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat sebagai pemakai pertama di
Indonesia atas merek dagang LOTTO dan karena itu mempunyai hak tunggal/khusus
untuk memakai merek tersebut di Indonesia;
3. Menyatakan bahwa merek LOTTO milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada
Tergugat II dengan nomor register 187824, adalah sama dengan merek Penggugat
baik dalam tulisan, ucapan kata maupun suara, dan oleh karena itu dapat
membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kwalitas
barang-barang;
4. Menyatakan batal, atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek dengan
register nomor 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I, dengan segala
akibat hukumnya;
5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan membatalkan
pendaftaran merek dengan nomor reg. 187824 dalam daftar umum;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
7. Atau menurut kebijaksanaan Hakim.
PENGADILAN NEGERI
- Hakim pertama memberi pertimbangan sebagai berikut:
- Dari bukti P1 dan P2 terbukti bahwa “Merek LOTTO” milik
Penggugat, terdaftar No. 137.430 dan W 191.962 untuk melindungi jenis
barang-barang: pakaian jadi, kemeja, dll.
- Dari bukti P3 diketahui bahwa merek Tergugat I dengan kata
“LOTTO” telah terdaftar pada Direktorat Paten dan Hak Cipta dengan No. 187.824
untuk melindungi jenis barang handuk dan sapu tangan.
- Pasal 2(1) UU Merek tahun 1961 menentukan, hak atas suatu
merek berlaku hanya untuk barang-barang sejenis dengan barang-barang yang
dibubuhi merek itu.
- Menurut pasal 10(1) UU Merek tahun 1961 tuntutan pembatalan
merek hanya dibenarkan untuk barang-barang sejenis.
- Tujuan UU merek tahun 1961 khususnya pasal 10(1) adalah
untuk melindungi masyarakat konsumen agar konsumen tidak terperosok pada
asal-usul barang sejenis yang memakai merek yang mengandung persamaan.
- Menurut pendapat Majelis, walaupun bunyi dari kedua merek
Penggugat dan Tergugat I tersebut sama yaitu LOTTO, tetapi pihak konsumen tidak
akan dikaburkan dengan asal-usul barang tersebut, karena jenis barang yang
dilindungi adalah merek Penggugat sangat berbeda dengan jenis barang yang
dilindungi oleh merek Tergugat I.
- Jurisprudensi yang tetap antara lain Putusan MA-RI No. 2932
K/Sip/1982 tanggal 31/8/1983, serta No. 3156 K/Pdt/1986 tanggal 28/4/1988,
berisi: menolak pembatalan pendaftaran merek dari barang yang tidak sejenis.
- Pasal 1 SK Menteri Kehakiman No. M-02-HC-01-01 tahun 1987
tanggal 15/6/1987 menyatakan merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama
dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis
barang tertentu.
- Majelis berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tidak cukup
berlasan, karenanya gugatan Penggugat harus ditolak.
MAHKAMAH AGUNG RI
- Penggugat menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
dan mengajukan permohonan kasasi dengan alasan Pengadilan Negeri salah
menerapkan hukum, karena menolak gugatan Penggugat. Pengadilan Negeri
mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek
LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan
hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat
mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian
bukti-bukti yang diajukannya.
- Mohon Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam
perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983
dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran
merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan
suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang
tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal. Pengadilan tidak
seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja
melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang
perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
- Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam
putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum sehingga
putusannya harus dibatalkan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini.
- Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan
juridis yang intinya sebagai berikut:
- Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan
merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal
29/6/1976 dan 4-3-1985.
- Merek LOTTO secara umum telah terkenal di kalangan
masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri
umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga
beserta perlengkapannya.
- Merek LOTTO, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis
barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
- Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang
didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis
barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang.
Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis i.c
kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang
yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I
ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan
satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat.